Crafting the chain
Membangun suatu sistem harus melihat semua aspek sehingga dapat mengakomodasi semua kepentingan. Daku yakin operator seperti Pertamina dan PLN dapat bertahan karena sudah melakukan perencanaan yang baik tapi alangkah baiknya kalau kita juga melihat dari sudut yang lain. Pemerintah tidak asal menyuruh dan rakyat tidak asal protes kalau terjadi masalah.
Kenaikkan permintaan yang tinggi apabila tidak diikuti dengan naiknya persentase masyarakat yang menikmati BBM dan listrik berarti masyarakat masih mampu dengan harga yang ditetapkan. Dengan demikian tidak ada masalah dengan menaikkan harga. Seperti yang saya ungkapkan dalam beberapa posting yang lalu, hal ini perlu dilihat efek sampingnya. Alasan menikkan harga adalah karena sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa kedua entitas itu, BBM dan listrik, masih murah dan mereka cenderung untuk boros. Padahal kedua entitas itu sangat penting dan merupakan energi yang tidak mudah didapat.
Sesuai dengan apa yang dikomentarkan oleh Mas Arkha, permasalahan permintaan yang tinggi dan cenderung tidak stabil seperti pada listrik dapat diatasi melalui pendekatan sosial budaya dan manajemen. Dengan pendekatan sosial budaya, masyarakat harus diubah mind set-nya agar paham bahwa mereka harus berhemat dan tidak berlebihan dalam memakai BBM dan listrik. BBM dan listrik memang hak mereka tapi mereka harus paham bahwa kedua item itu tidak mudah didapatkan. Salah satu pendekatan sosial budaya ini adalah dengan melakukan kampanye berkantor atau bersekolah dengan bersepeda seperti yang telah banyak digerakkan oleh beberapa elemen masyarakat. Tidak ada salahnya dengan melakukan penghematan atau subtitusi karena akan memberikan manfaat bagi kita. Capek dikit tidak masalah karena bikin badan sehat lagipula hemat biaya.
Pendekatan manajemen bisa dilakukan dengan melakukan edukasi untuk masyarakat dan diversifikasi pemasaran. Masyarakat digiring untuk lebih berhemat atau melakukan subtitusi dengan program-program dari operator maupun pemerintah. Contohnya adalah dengan adanya himbauan penggunaan produk BBM atau listrik yang tidak disubsidi bagi mereka yang mau dan mampu. Tentu saja ini tidak sekedar himbauan belaka tetapi juga dengan added value pada produk yang ditawarkan. Mungkin seperti BBM yang lebih membuat mesin awet dan pelayanan yang lebih atau keutamaan persediaan listrik jika ada pemadaman. Dengan demikian para pemilik dana yang berlebih akan tertarik untuk menggunakan produk tersebut.
Dari segi resource yang dibutuhkan untuk produksi juga harus diamankan. Produksi dapat berjalan baik apa ketersediaan bahan baku aman. Tidak hanya dalam segi jumlah tetapi juga harga. Percuma saja kalau barangnya ada tapi mahal karena operator tidak bisa menaikkan harga untuk menjaga margin keuntungan. Indonesia yang kaya kan sumber daya lam ini seharusnya tidak kesulitan untuk memproduksi BBM dan listrik. Kenyataanya masih sulit mendapatkan bahan baku yang ekonomis. Pertamina masih impor minyak karena produksi dalam negeri tidak mencukupi dan PLN harus membeli minyak dengan harga pasar yang tinggi. Anehnya Singapura bisa menikmati gas Indonesia dengan mudah untuk memproduksi listrik sedangkan kita masih memakai BBM yang lebih tidak ekonomis. Masih ada yang mempolitisir rencana pemerintah melakukan negoisasi ulang harga dengan Cina?
Alangkah baiknya apabila ada aliran produk yang baik tanpa ada pengambilan keuntungan (termasuk korupsi) dari masing-masing pihak. Apabila masing-masing pihak sebagai bagian dari rantai mengambil keuntungan maka yang peling kesulitan adalah bagian terakhir yakni konsumen. Konsumen akan dirugikan karena harus menanggung keuntungan dari masing-masing pihak. Tapi harus ada perhitungan yang detil mengenai risk-benefit dari bentuk sistem rantai yang dipilih. Mungkin bentuk yang sekarang dengan terpisahnya setiap bagian rantai lebih menguntungkan negara dan rakyat.
Saya yakin semua paham beratnya dosa korupsi itu. Bagaimana jika uang untuk proyek peningkatan produksi dikorupsi? Uang itu pasti dibebankan kepada rakyat yang membelinya. Bagaimana jika untuk menjadi agen gas harus membayar loyalti yang besar kepada oknum tertentu diluar ketentuan? Bisa saja sang agen melakukan kecurangan untuk menutupi uang untuk membayar loyalti tadi.
Entah bagaimana rantai yang dibentuk oleh pemerintah dalam melakukan pelayanan publik yang menjadi tanggung jawabnya harus ada pemikiran bahwa mereka tidak sendiri-sendiri. Setiap bagian mempunyai perannya masing-masing dalam melayani masyarakat. Tanpa ada bagian-bagian tersebut maka tidak akan terjadi masyarakat yang makmur.
“Crafting a firm chain from all element that wild hold prosperity for the peoples”
Membangun suatu sistem harus melihat semua aspek sehingga dapat mengakomodasi semua kepentingan. Daku yakin operator seperti Pertamina dan PLN dapat bertahan karena sudah melakukan perencanaan yang baik tapi alangkah baiknya kalau kita juga melihat dari sudut yang lain. Pemerintah tidak asal menyuruh dan rakyat tidak asal protes kalau terjadi masalah.
Kenaikkan permintaan yang tinggi apabila tidak diikuti dengan naiknya persentase masyarakat yang menikmati BBM dan listrik berarti masyarakat masih mampu dengan harga yang ditetapkan. Dengan demikian tidak ada masalah dengan menaikkan harga. Seperti yang saya ungkapkan dalam beberapa posting yang lalu, hal ini perlu dilihat efek sampingnya. Alasan menikkan harga adalah karena sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa kedua entitas itu, BBM dan listrik, masih murah dan mereka cenderung untuk boros. Padahal kedua entitas itu sangat penting dan merupakan energi yang tidak mudah didapat.
Sesuai dengan apa yang dikomentarkan oleh Mas Arkha, permasalahan permintaan yang tinggi dan cenderung tidak stabil seperti pada listrik dapat diatasi melalui pendekatan sosial budaya dan manajemen. Dengan pendekatan sosial budaya, masyarakat harus diubah mind set-nya agar paham bahwa mereka harus berhemat dan tidak berlebihan dalam memakai BBM dan listrik. BBM dan listrik memang hak mereka tapi mereka harus paham bahwa kedua item itu tidak mudah didapatkan. Salah satu pendekatan sosial budaya ini adalah dengan melakukan kampanye berkantor atau bersekolah dengan bersepeda seperti yang telah banyak digerakkan oleh beberapa elemen masyarakat. Tidak ada salahnya dengan melakukan penghematan atau subtitusi karena akan memberikan manfaat bagi kita. Capek dikit tidak masalah karena bikin badan sehat lagipula hemat biaya.
Pendekatan manajemen bisa dilakukan dengan melakukan edukasi untuk masyarakat dan diversifikasi pemasaran. Masyarakat digiring untuk lebih berhemat atau melakukan subtitusi dengan program-program dari operator maupun pemerintah. Contohnya adalah dengan adanya himbauan penggunaan produk BBM atau listrik yang tidak disubsidi bagi mereka yang mau dan mampu. Tentu saja ini tidak sekedar himbauan belaka tetapi juga dengan added value pada produk yang ditawarkan. Mungkin seperti BBM yang lebih membuat mesin awet dan pelayanan yang lebih atau keutamaan persediaan listrik jika ada pemadaman. Dengan demikian para pemilik dana yang berlebih akan tertarik untuk menggunakan produk tersebut.
Dari segi resource yang dibutuhkan untuk produksi juga harus diamankan. Produksi dapat berjalan baik apa ketersediaan bahan baku aman. Tidak hanya dalam segi jumlah tetapi juga harga. Percuma saja kalau barangnya ada tapi mahal karena operator tidak bisa menaikkan harga untuk menjaga margin keuntungan. Indonesia yang kaya kan sumber daya lam ini seharusnya tidak kesulitan untuk memproduksi BBM dan listrik. Kenyataanya masih sulit mendapatkan bahan baku yang ekonomis. Pertamina masih impor minyak karena produksi dalam negeri tidak mencukupi dan PLN harus membeli minyak dengan harga pasar yang tinggi. Anehnya Singapura bisa menikmati gas Indonesia dengan mudah untuk memproduksi listrik sedangkan kita masih memakai BBM yang lebih tidak ekonomis. Masih ada yang mempolitisir rencana pemerintah melakukan negoisasi ulang harga dengan Cina?
Alangkah baiknya apabila ada aliran produk yang baik tanpa ada pengambilan keuntungan (termasuk korupsi) dari masing-masing pihak. Apabila masing-masing pihak sebagai bagian dari rantai mengambil keuntungan maka yang peling kesulitan adalah bagian terakhir yakni konsumen. Konsumen akan dirugikan karena harus menanggung keuntungan dari masing-masing pihak. Tapi harus ada perhitungan yang detil mengenai risk-benefit dari bentuk sistem rantai yang dipilih. Mungkin bentuk yang sekarang dengan terpisahnya setiap bagian rantai lebih menguntungkan negara dan rakyat.
Saya yakin semua paham beratnya dosa korupsi itu. Bagaimana jika uang untuk proyek peningkatan produksi dikorupsi? Uang itu pasti dibebankan kepada rakyat yang membelinya. Bagaimana jika untuk menjadi agen gas harus membayar loyalti yang besar kepada oknum tertentu diluar ketentuan? Bisa saja sang agen melakukan kecurangan untuk menutupi uang untuk membayar loyalti tadi.
Entah bagaimana rantai yang dibentuk oleh pemerintah dalam melakukan pelayanan publik yang menjadi tanggung jawabnya harus ada pemikiran bahwa mereka tidak sendiri-sendiri. Setiap bagian mempunyai perannya masing-masing dalam melayani masyarakat. Tanpa ada bagian-bagian tersebut maka tidak akan terjadi masyarakat yang makmur.
“Crafting a firm chain from all element that wild hold prosperity for the peoples”
0 komentar: